MIMPI WISUDA GADIS SETERIKA
Hidup
di era yang serba modern ini banyak remaja yang malu untuk berkerja saat berada
di bangku sekolah dan perkuliahan. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku bagi Suci Ramadhia. Gadis yang berumur 21 tahun ini adalah salah satu mahasiswi Program Studi Bahasa
dan Sastra Indonesia di
Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH). Tidak seperti remaja
seusianya, Dea, begitu Suci Ramadhia biasa disapa, mengisi waktu di sela
kesibukan kuliahnya untuk bekerja
Bagi
Dea rasa malu tetaplah manusiawi, tapi keinginan untuk melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi membuat dara asli
Tarempa ini harus menepisnya jauh-jauh. Kondisi ekonomi orangtuanya yang
sederhana merupakan sebuah
dilema bagi
Dea. Ia hanya mengandalkan ibunya yang berprofesi seorang penjual kue tentu
tidak akan sanggup untuk menanggung semua biaya kuliah dan sekaligus biaya
sekolah dua orang adiknya.
Sebagai anak sulung, Dea bertekad untuk tidak menyerah dan mampu membantu
keluarga secara finansial, setidaknya dengan cara mencukupi kebutuhan
pribadinya saat tinggal jauh dari kampong halamannya.
Kerja
bukan hal baru bagi Dea. Ia sudah mulai bekerja dan membantu Ibunya sejak sang
ayah memutuskan untuk meningalkanya pada usia 7 tahun saat ia duduk di kelas
dua Sekolah Dasar. Ayahnya meninggalkan rumah, praktis ia hanya bersama ibu dan
kedua adiknya, Sejak saat itu. Pada usianya yang ketujuh, ia mulai bekerja
membantu ibunya berjualan empek-empek, guna memenuhi kebutuhan dan sedikit meringankan
beban ibunya.
Ia
tidak mengeluh saat harus sekolah sambil berjualan kue-kue buatan ibunya saat
bersekolah. Pengalaman pahit dialaminya pada awal berjualan empek-empek.
Pemilik kantin sekolah memarahinya di depan teman sekolahnya karena ia lalai
dan terambat mengantar dagangan yang seharusnya dijajakan di kantin itu.
Dea
kecil kehilangan waktu bermain. Ia merasa sedih, namun itu bukan alasan untuk
tidak lagi bekerja membantu ibunya. “ Ada perasaan sedih ketika teman-teman
saya mengajak bermain tetapi saya harus bekerja,” katanya, agar dapat
melanjutkan pendidikan, saya tidak punya pilihan lain selain tetap bekerja”
ujar gadis berhijab ini.
Uang
hasil penjualan empek-empek ia setorkan langsung kepada sang ibu untuk dipakai
modal membuat dagangan di hari berikutnya. Tidak hanya berjualan empek-empek,
saat duduk di kelas 1 SMU Negeri 1 Siantan, Anambas, Dea juga mengambil order
setrika pakaian dari guru-gurunya. “Saat itu saya mengerjakan baju dari dua
guru dan keluarganya,” kata Dea.
Untuk
satu keluarga, Dea menerima upah Rp300 ribu perbulan, pada tahun 2010 silam.
Selama tiga tahun menerima order setrikaan, Dea mampun menabung sejumlah uang
untuk masuk ke perguruan tinggi, bahkan membeli sebuah komputer jinjing, untuk
keperluannya belajar.
“Saya
senang bisa beli laptop dari keringat sendiri, padahal itu seharga lima juta
rupiah, sangat banyak untuk ukuran keluarga saya,” katanya bercerita.
Pertama
kali menginjakkan kaki di Tanjungpinang, Dea diantar oleh ibunya. Ia senang
meskipun belum ada jaminan diterima di kampus. Dea mengikuti tes Seleksi
Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) dan meminati jurusan teknik di
UMRAH.
Ia
sempat diterima di Jurusan Teknik Informatika UMRAH tahun 2012, namun ia merasa
salah jurusan dan banting setir ke jurusan Bahasa Indonsesia.
“Saya
pikir teknik itu gambar-gambar, bikin kartun, ternyata tidak,” ungkapnya polos.
Dea yang menjalani masa SMA jauh dari ibukota provinsi itu merasa memperoleh
informasi yang kurang memadai.
Masa
awal kuliah dijalaninya dengan bekerja menyetrika dan cuci baju. Untuk satu
bulan bekerja, ia mendapatkan upah Rp200 ribu perbulan. Uang yang tidak terlalu
banyak itu cukup bermanfaat baginya. Dea menggunakan uang itu untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari.
“Saya
sekarang bekerja sebagai pencuci pakaian dan tukang setrika pakaian. Saya hanya
dibayar 200 ribu perbulan. Sebenarnya uang ini tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan saya, teapi setidaknya bisa menutupi sedikit kebutuhan pribadi saya
dan bisa meringankan sedikit beban ibu saya,” katanya.
Selain
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, uang hasil pekerjaannya juga digunakan untuk
membeli buku-buku pelajaran yang bisa digunakan untuk menjadi acuan menambah
wawasannya.
“
Pada awal-awal kuliah saya sangat susah untuk mengatur jadwal bekerja dan
kuliah, akan tetapi seiring berjalannya waktu saya bisa mengatasinya. Terkadang
ada perasaan marah dan kecewa ketika saat melihat teman-teman saya memiliki
orang tua yang utuh dan tidak perlu bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
tetapi jika saya melihat anak diusia saya tidak memiliki kedua orang tua dan
harus hidup dijalanan saya menjadi sadar bahwa masih banyak orang yang nasibnya
lebih buruk dari saya” ujar Dea.
Walaupun
bekerja tetapi kuliah tetaplah nomor satu ujar gadis kelahiran Tarempa pada 16
Februari 1994 ini. Dea mengatakan apabila pada saat Ia harus bekerja tetapi
juga ada kerja kelompok Ia lebih memilih untuk menunda pekerjaanya terlebih
dahulu dan memilih untuk menyelesaikan tugas kelompoknya.
Kuliah
sambil bekerja bukanlah suatu hambatan bagi Dea untuk tidak menyelesaikan
tugas-tugasnya sebagai mahasisiwa. Terkadang memang susah untuk membagi waktu
dan pikiran, antara kuliah sambil cari dana sampingan. Namun semua itu
dilakukan karena sadar akan kondisi keluarga dan demi meraih cita-cita yang
sudah di depan mata.
Meskipun membagi waktu itu sulit, namun hal tersebut bukanlah menjadi penghalang bagi gadis berkulit sawo matang ini untuk mengejar cita-cita nya menjadi seorang guru. Di sela kesibukan
waktu kuliah dan kerja, Alhamdulillah Ia masih bisa mendapatkan Indeks
Prestasi Kumulatif (IPK) 3.10 dengan semangat serta dukungan dari ibunya.
“
Alkhamdulillah, saya masih bisa mendapatkan IPK 3,10 meskipun tidak terlalu
tinggi tapi saya sangat bersyukur untuk semua usaha yang saya dapatkan.”
Tuturnya.
Diakhir
sesi wawancara Dea juga memberikan motivasi kepada teman-teman yang lain.“
teman-teman jangan pernah malu untuk bekerja sambil kuliah selagi pekerjaan
yang kita lakukan itu halal dan dapat membantu kita untuk menwujudkan cita-cita
kita. (Tugas Liputan Feature, Magang – ISTIQOMAH)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar